Delapan Hak Dasar Pekerja yang Wajib Anda Ketahui

Ada banyak pertanyaan tentang hak dan kewajiban dalam bekerja, yang menjadi landasan guna mengatur efisiensi sebuah pekerjaan sekaligus memanusiakan kaum pekerja, alias buruh. Sejumlah hak dasar telah diatur ke dalam sejumlah perangkat hukum, sehingga mustahil rasanya menyangkal bahwa buruh tidak punya hak untuk memperbaiki hidupnya serta diperlakukan secara manusiawi. Pertanyaannya sekarang, apa saja hak-hak seorang pekerja yang diperoleh selama dia bekerja dengan orang lain.

Artikel ini admin Pelatihan Karyawan akan memaparkan delapan hak dasar yang bisa dinikmati seorang buruh ketika dia bekerja di wilayah Indonesia. Ke delapan hak dasar pekerja itu dirancang untuk melindungi buruh dari eksploitasi sepihak yang dilakukan pemilik modal. Ini mencakup beberapa item, antara lain:

1) Sesuai dengan Undang-Undang nomor 21 tahun 2000 dan UU 12/2003, setiap pekerja berhak untuk mengembangkan potensi kerja, memperoleh kesempatan untuk mengembangkan minat, bakat dan kemampuannya. Di dalam poin tersebut juga tercantum hak bagi seorang buruh untuk memperoleh perlindungan atas kesusilaan dan moral, kesehatan dan keselamatan kerja, serta perlakukan yang sesuai dengan martabat dan harkat manusia, serta nilai-nilai agama.

2) Dalam Peraturan Menteri nomor 4/1993, Peraturan Menteri No 1/1998, Keputusan Presiden nomor 22/1993, Peraturan Pemerintah nomor 14/1993, Undang-Undang nomor 1/1970, UU 3/1992, serta UU 13/2003, disebutkan bahwa pekerja memiliki hak dasar atas jaminan sosial dan kesehatan serta keselamatan kerja.

Jaminan sosial tenaga kerja menyebut bahwa seorang pekerja berhak memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan kematian, serta jaminan kecelakaan kerja. Di titik ini, buruh berhak meminta pengusaha untuk menyediakan semua syarat-syarat kesehatan serta keselamatan kerja, sekaligus menyatakan keberatan bila sebuah perusahaan tidak menyediakan perlindungan sebagaimana digariskan lewat Undang-Undang dan produk hukum lain.

3) Di dalam Peraturan Menteri nomor 1/1999, PP 8/1981, serta UU 13/2003, disebutkan bahwa para pekerja mendapatkan hak untuk memperoleh upah yang layak.

Pemilik modal wajib membayar upah dengan mekanisme tertentu bila seorang pekerja absen dalam bekerja karena alasan menikahkah anak, mengkhitankan anak, menikah, membabtiskan anak, menemani istri melahirkan, atau mengurus sanak keluarga yang meninggal. Selain itu, pemilik modal juga wajib menetapkan upah minimum untuk pekerja yang sudah bekerja dalam waktu kurang dari setahun, dan wajib meninjau besaran upah ketika pekerja sudah bekerja lebih dari setahun. Tidak boleh ada diskriminasi antara buruh perempuan dan buruh laki-laki.

4) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 juga menyebutkan bahwa pekerja memiliki hak dasar untuk libur, cuti, istirahat, serta mendapatkan pembatasan waktu kerja. Bila seorang pekerja bekerja melebihi waktu yang telah ditetapkan, maka pemilik modal wajib mengganti keringatnya dengan membayar upah lembur. Lebih jauh lagi, seorang pekerja juga mendapatkan hak untuk menjalankan ibadah menurut tata cara tertentu yang disyaratkan agamanya.

5) Undang-Undang nomor 21 tahun 2000 serta UU 13/2003 juga mengatur hak dasar pekerja untuk membuat serikat pekerja. Yang terakhir disebut ini berfungsi sebagai saluran aspirasi pekerja yang memiliki kekuatan untuk membuat perjanjian kerja bersama dengan pemilik modal.

Adapun perjanjian yang dibuat harus mencakup hak dan kewajiban buruh/pekerja maupun serikatnya, kewajiban dan hak pengusaha, jangka waktu berlakunya perjanjian, serta tanda tangan para pihak yang membuat perjanjian.

6) Keputusan Menteri nomor 232/2003 dan UU 13/2003 juga menyebut hak dasar buruh untuk melakukan mogok kerja. Mogok kerja dilakukan secara sah apabila para pekerja memberitahukan ihwal tersebut sekurangnya tujuh hari sebelum mogok berlangsung.

Selama mogok kerja berlangsung, pengusaha memperoleh hak untuk melarang para buruh yang mogok untuk berada di lokasi produksi atau di sekitar perusahaan. Pemilik modal tidak boleh melarang buruh untuk mogok kerja dan tidak boleh mengganti buruh yang mogok dengan pekerja lain, maupun memberikan sanksi kepada buruh yang melakukan mogok kerja.

7) Sesuai dengan Keputusan Menteri 224/2003 dan UU 13/2003, pekerja perempuan mendapatkan hak dasar khusus, yakni dilarang dipekerjakan antara jam 23:00 sampai 07:00. Ini berlaku untuk buruh perempuan yang berusia kurang dari 18 tahun.

Selain itu, pengusaha juga dilarang untuk mempekerjakan buruh hamil, yang menurut keterangan dokter bisa sakit apabila bekerja di antara pukul 23:00 sampai 07:00. Pengusaha juga wajib memberikan makan dan minuman bergizi, menjaga kesusilaan, menyediakan angkutan antar jemput bagi perempuan yang bekerja pada jam 23:00 sampai 05:00, serta memberikan waktu istirahat selama satu setengah bulan sebelum dan sesudah melahirkan.

8) Para pekerja juga berhak mendapatkan perlindungan atas PHK. Bila ternyata tidak bisa dihindari, maka perundingan wajib dilakukan antara kedua belah pihak atau di antara pengusaha dengan buruh (jika memungkinkan, buruh yang terlibat juga menjadi anggota serikat buruh).

Jika perundingan tidak menemukan jalan keluar, maka pengusaha bisa memutuskan hubungan kerja setelah ditetapkan secara sah dan resmi oleh lembaga yang berwenang.

Seorang pekerja tidak boleh di-PHK bila berhalangan sakit sesuai dengan keterangan dokter, atau bila pekerja sedang menjalankan kewajiban negara, atau bila menjalankan ibadah, menikah, hamil, menjalin ikatan pernikahan dengan rekan satu perusahaan (kecuali bila ditetapkan secara legal dalam peraturan perusahaan), berbeda pandangan (politik, agama, warna kulit, ras, golongan, jenis kelamin, dan lain sebagainya), mendirikan serikat buruh, atau bila buruh berada dalam kondisi cacat tetap.

Dari poin di atas, rasanya jelas bahwa buruh memiliki hak-hak dasar yang sudah tercakup di dalam Undang-Undang. Di sisi yang berimbang, kewajiban para buruh tercantum secara jelas dalam peraturan perusahaan. Di titik ini, hak para buruh tercantum dengan jelas pada UU dan peraturan lainnya, sementara kewajiban para buruh tercantum dengan jelas di peraturan perusahaan – yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.