Menghadapi karyawan yang suka absen/absen, terutama yang “hilang rasa malunya” membutuhkan lebih banyak tenaga, waktu dan pikiran. Pernahkah Anda mendapati karyawan Anda sering absen bahkan 3-4 hari dalam sebulan?
Jika dia absen selama 5 hari berturut-turut dan telah dipanggil dua kali dengan benar (secara tertulis dan ke alamat sesuai data perusahaan), penegakan akan relatif mudah. Anda dapat melakukan pemutusan hubungan kerja segera karena karyawan tersebut dianggap mengundurkan diri.
Bagaimana dengan absennya karyawan yang tidak berurutan? Di bawah ini akan saya uraikan 3 hal yang perlu Anda perhatikan dalam menertibkan karyawan di perusahaan anda yang suka bolos kerja atau absen….
1. Perkenalkan aturan tidak kerja tidak dibayar
Asas tidak kerja tidak dibayar berarti bahwa upah tidak dibayarkan apabila pekerja tidak masuk kerja dan/atau tidak bekerja. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 24 Ayat (1) PP 78/2015 dan Pasal 93 Ayat (1) UU 13/2003
Penting untuk diingat bahwa upah yang tidak dibayar berbeda dengan pemotongan upah. Meskipun pada akhirnya serupa, filosofi di baliknya sangat berbeda.
Karyawan yang telah melaksanakan kewajibannya (yaitu bekerja) upah kemudian muncul sebagai hak karyawan. Remunerasi ini merupakan komitmen perusahaan. Jika karyawan tersebut sudah bekerja, perusahaan tidak membayar upah penuh karena suatu alasan, maka ini disebut pemotongan upah.
Hal ini penting untuk disampaikan kepada karyawan, terutama yang terkena dampak prinsip tidak kerja tidak dibayar. Prinsip tidak kerja tidak dibayar tidak berlaku dalam kondisi tertentu, yaitu apabila pekerja tidak masuk kerja karena:
A. Berhalangan*
B. Melakukan kegiatan lain di luar pekerjaan*,
C. Menjalankan hak istirahatnya *.
*) Syarat dan ketentuan selengkapnya dapat Anda baca di Pasal 24 PP 78 Tahun 2015.
Pengecualian lain juga dimungkinkan jika diatur dalam peraturan perusahaan/PKB
2. Menerapkan aturan tidak kerja tidak dibayar
Ketika prinsip tidak kerja tidak dibayar berlaku, pastikan untuk memasukkannya ke dalam PP/PKB Anda. Kalaupun tidak dicantumkan tetap berlaku, dalam prakteknya dengan mencantumkan prinsip ini dalam PP/PKB anda lebih efektif menerapkannya.
Ada dua jenis keuntungan:
- Serahkan pada karyawan, agar mereka tahu konsekuensinya
- Memperkuat kedudukan hukum perusahaan.
Contoh bunyi aturannya bisa seperti ini….
“Karyawan yang tidak masuk kerja tanpa keterangan yang dapat diterima oleh perusahaan, maka pada hari tidak masuk kerja upahnya tidak dibayarkan.”
Bagaimana cara menghitung upah per hari?
Ini tergantung pada praktik di perusahaan Anda, apakah Anda tetap pada periode 5 hari atau 6 hari. Jika 5 hari kerja, maka upah sebulan dibagi 21 hari. Jika Anda bekerja 6 hari, maka upah sebulan akan dibagi 25 hari.
Adapun berapa gaji maksimum yang belum dibayar, menurut saya pribadi tergantung pada jumlah hari Anda absen. Bagaimana jika sebulan terlewat? Ya, Anda tidak perlu membayar gaji sebulan. Lagi pula, jika Anda absen selama 5 hari berturut-turut dan dipanggil dua kali, Anda dianggap sudah berhenti.
3. Hukuman tambahan
Selain penerapan prinsip tidak bekerja tanpa upah, apakah juga dapat diterapkan sanksi lain? Apakah itu tidak dianggap berlebihan?
Tidak apa-apa, dan bahkan bisa tiga kali lipat jika Anda suka.
Misalnya, karyawan yang absen ini tidak dibayar pada hari itu dan kemudian diberi surat peringatan. Itu bisa saja dilakukan. Saran saya, pastikan ketentuan tersebut diatur dalam PP/PKB, agar lebih mudah pelaksanaannya.
Jadi anda bisa mendorong keterlibatan karyawan di dalam perusahaan anda dengan menerapkan hal-hal di atas. Selain itu perusahaan juga akan diuntungkan karena perusahaan bisa menghindari posisi yang dirugikan jika salah merekrut karyawan yang suka bolos kerja.